Sebelum baca mau ngasih tau dulu kalo thread ini ada sambungannya sama artikel yang ini:
http://kakadens.blogspot.com/2014/10/4-tipe-kepribadian-manusia-dalam-dunia.html
__________________________________________
Tiap saat kita berhadapan dengan bermacam-macam situasi. Terutama ketika berhubungan dengan orang lain.
Sebagai pemimpin, mengertikah kita bagaimana cara `membakar’ motivasi
para pegawai kita? Sebagai ibu, kita sering bingung nggak habis pikir
plus pusing oleh watak keras kepala anak-anak kita. Tak jarang pula,
sebagai suami kita terus-terusan bertengkar dengan istri yang padahal
juga kita sayangi dan cintai. Adakah ‘zat kimia’ tertentu atau pola
tertentu yang mempengaruhi sifat, sikap, serta reaksi kita, dan itu
terasa dalam menghadapi berbagai situasi…? Sehingga, kita bisa lebih
berdamai dan mengerti mengapa semua reaksi itu terjadi. Bukankah akan
lebih nikmat hidup ini kalau kita satu sama lain saling memahami?
Florence Litteur, penulis buku terlaris Personality Plus menguraikan,
ada empat pola watak dasar manusia. Kalau saja semua sudah kita pahami,
kita akan sangat terbantu sekali dalam berhubungan dengan orang lain.
Kita akan jadi mengerti mengapa suami kita tiba-tiba marah sekali ketika
meja kerjanya yang berantakan kita atur rapi. Kita juga akan mudah
memahami mengapa pegawai kita gampang sekali berjanji… Dan hebatnya,
dengan mudah pula ia melupakannya. “Oh ya, saya lupa,” katanya sambil
tertawa santai. Kita juga akan mudah mengerti mengapa istri kita tidak
mau dengar sedikit pun mendengar pendapat kita, tak mau kalah, cenderung
mempertahankan diri, selalu merasa benar dengan pendapatnya, dan makin
sengit bertengkar kalau kita mau coba-coba untuk mengalahkannya.
Menurut Florence, golongan watak pertama adalah sanguinis, “yang
populer”. Mereka ini cenderung ingin populer, ingin disenangi oleh orang
lain. Hidupnya penuh dengan bunga warna-warni. Mereka senang sekali
bicara tanpa bisa dihentikan. Gejolak emosinya bergelombang dan
transparan. Pada suatu saat ia berteriak kegirangan, dan beberapa saat
kemudian ia bisa jadi menangis tersedu-sedu.
Namun, orang-orang sanguinis ini sedikit agak pelupa, sulit
berkonsentrasi, cenderung berpikir ‘pendek’, dan hidupnya serba tak
beraturan. Jika suatu kali Anda lihat meja kerja pegawai Anda cenderung
berantakan, agaknya bisa jadi ia sanguinis. Kemungkinan besar ia pun
kurang mampu berdisiplin dengan waktu, sering lupa pada janji, apalagi
bikin planning/rencana. Namun, kalau disuruh melakukan sesuatu, ia akan
dengan cepat mengiyakannya dan terlihat sepertinya betul-betul hal itu
akan ia lakukan. Dengan semangat sekali ia ingin buktikan bahwa ia bisa
dan akan segera melakukannya. Tapi percayalah, beberapa hari kemudian ia
tak lakukan apa pun juga.
Lain lagi dengan tipe kedua, golongan watak melankolis, “yang sempurna”.
Agak berseberangan dengan si sanguinis. Cenderung serba teratur, rapi,
terjadwal, dan tersusun sesuai pola. Umumnya mereka ini suka dengan
fakta-fakta, data-data, angka-angka, dan sering sekali memikirkan
segalanya secara mendalam. Dalam sebuah pertemuan, orang sanguinis
selalu saja mendominasi pembicaraan. Namun, orang melankolis cenderung
menganalisis, memikirkan, dan mempertimbangkan. Lalu, kalau bicara
pastilah apa yang ia katakan betul-betul merupakan hasil yang ia
pikirkan secara mendalam sekali.
Orang melankolis selalu ingin serba sempurna. Segala sesuatu ingin
teratur. Karena itu jangan heran jika balita Anda yang ‘melankolis’
tidak akan bisa tidur hanya gara-gara selimut yang membentangi tubuhnya
belum tertata rapi. Dan, jangan pula coba-coba mengubah isi lemari yang
telah disusun istri ‘melankolis’ Anda. Sebab, betul-betul ia tata apik
sekali, sehingga warnanya, jenisnya, dan klasifikasi pemakaiannya sudah
ia perhitungkan dengan rapi. Kalau perlu ia tuliskan satu per satu tata
letak setiap jenis pakaian tersebut. Ia akan dongkol sekali kalau
susunan itu tiba-tiba jadi lain.
Ketiga, adalah manusia koleris, “yang kuat”. Mereka ini suka sekali
mengatur orang, suka tunjuk-tunjuk atau perintah-perintah orang. Ia tak
ingin ada penonton dalam aktivitasnya. Bahkan, tamu pun bisa saja ia
‘suruh’ melalukan sesuatu untuknya. Akibat sifatnya yang ‘bossy’ itu
membuat orang-orang koleris tidak punya banyak teman. Orang-orang
berusaha menghindar, menjauh agar tak jadi ‘korban’ karakternya yang
suka ‘ngatur’ dan tak mau kalah itu.
Orang koleris senang dengan tantangan, suka petualangan. Mereka punya
rasa, “Hanya saya yang bisa menyelesaikan segalanya; tanpa saya
berantakan semua.” Karena itu mereka sangat goal oriented, tegas, kuat,
cepat, dan tangkas mengerjakan sesuatu. Baginya tak ada istilah tidak
mungkin. Seorang wanita koleris, mau dan berani naik tebing, memanjat
pohon, bertarung ataupun memimpin peperangan. Kalau ia sudah kobarkan
semangat “Ya pasti jadi…!” maka hampir dapat dipastikan apa yang akan ia
lakukan akan tercapai seperti yang ia katakan. Sebab ia tak mudah
menyerah, tak mudah pula mengalah.
Hal ini berbeda sekali dengan jenis keempat, yaitu sang flegmatis atau
“cinta damai”. Kelompok ini tidak suka terjadi konflik, karena itu
disuruh apa saja ia mau lakukan, sekalipun ia sendiri tidak suka.
Baginya kedamaian adalah segala-galanya. Jika timbul masalah atau
pertengkaran, ia akan berusaha mencari solusi yang damai tanpa timbul
pertengkaran. Ia mau merugi sedikit atau rela sakit, asalkan masalahnya
tidak terus berkepanjangan.
Kaum flegmatis kurang bersemangat, kurang teratur, dan serba dingin.
Cenderung diam, kalem, dan kalau memecahkan masalah umumnya sangat
menyenangkan. Dengan sabar ia mau jadi pendengar yang baik, tapi kalau
disuruh untuk mengambil keputusan ia akan terus menunda-nunda. Kalau
anda lihat tiba-tiba ada sekelompok orang berkerumun mengelilingi satu
orang yang asyik bicara terus, maka pastilah para pendengar yang
berkerumun itu orang-orang flegmatis. Sedang yang bicara tentu saja sang
sanguinis.
Kadang sedikit serba salah berurusan dengan para flegmatis ini. Ibarat
keledai, “kalau didorong ngambek, tapi kalau dibiarin nggak jalan”. Jadi
kalau Anda punya staf atau pegawai flegmatis, Anda harus rajin
memotivasi sampai ia termotivasi sendiri. Mencoba Mengerti Orang Lain
Nah, sekarang Anda masuk golongan mana? Coba amati istri, suami atau
anak-anak Anda. Jangan-jangan Anda sekarang mulai mengerti mengapa
suami, istri, anak, atau rekan Anda bertingkah laku “seperti itu” selama
ini. Dan, Anda pun akan tertawa sendiri mengingat-ingat berbagai
perilaku dan kejadian selama ini.
Ya, tapi apakah persis begitu? Tentu saja tidak. Florence Litteur,
berdasarkan penelitiannya bertahun-tahun telah melihat bahwa ternyata
keempat watak itu pada dasarnya juga dimiliki setiap orang. Yang beda
hanyalah ‘kadarnya’. Oleh sebab itu muncullah beberapa kombinasi watak
manusia.
Ada orang yang tergolong koleris-sanguinis. Artinya kedua watak itu
dominan sekali dalam mempengaruhi cara kerja dan pola hubungannya dengan
orang lain. Di sekitar kita banyak sekali orang-orang tipe
koleris-sanguinis ini. Ia suka mengatur-atur orang, tapi juga senang
bicara (dan mudah juga jadi pelupa).
Ada pula golongan koleris-melankolis. Mungkin Anda akan kurang suka
bergaul dengan dia. Bicaranya dingin, kalem, baku, suka mengatur, tak
mau kalah dan terasa kadang menyakitkan (walaupun sebetulnya ia tidak
bermaksud begitu). Setiap jawaban Anda selalu ia kejar sampai mendalam.
Sehingga kadang serasa diintrogasi, sebab memang ia ingin sempurna, tahu
secara lengkap dan agak dingin. Menghadapi orang koleris-melankolis,
Anda harus pahami saja sifatnya yang memang ‘begitu’ dan tingkatkan
kesabaran Anda. Yang penting sekarang Anda tahu, bahwa ia sebetulnya
juga baik, namun tampak di permukaan kadang kurang simpatik, itu saja.
Lain lagi dengan kaum flegmatis-melankolis. Pembawaannya diam, tenang,
tapi ingat… semua yang Anda katakan akan ia pikirkan, ia analisis. Lalu,
saat mengambil keputusan pastilah keputusannya berdasarkan perenungan
yang mendalam dan ia pikirkan matang-matang.
Banyak lagi tentunya kombinasi yang ada pada tiap manusia. Akan tetapi
yang penting adalah bagaimana memanfaatkannya dalam berbagai aktivitas
hidup kita. Jika suami istri saling mengerti sifat dan watak ini, mereka
akan cenderung berusaha ‘memaafkan’ pasangannya. Lalu, mereka akan
berusaha untuk menyikapinya perbedaan watak itu secara bijaksana.
Begitu pula saat menerima calon pegawai. Untuk bidang-bidang yang
membutuhkan tingkat ketelitian dan keteraturan yang tinggi, jauh lebih
baik bila Anda tempatkan orang-orang yang melankolis sempurna. Sedang di
bagian promosi, iklan, resepsionis, MC, humas, wiraniaga, tentu jauh
lebih tepat anda tempatkan orang-orang sanguinis. Lalu jangan posisikan
orang-orang flegmatis di bagian penagihan ataupun penjualan. Hasilnya
pasti akan amat mengecewakan.
Begitulah, manusia memang amat beragam. Muncul sedikit tanda tanya, di
antara semua watak itu, mana yang paling baik? Jawabannya, menurut
Florence, tak ada yang paling baik. Semuanya baik. Tanpa orang
sanguinis, dunia ini akan terasa sepi. Tanpa orang melankolis, mungkin
tak ada kemajuan di bidang riset, keilmuan, dan budaya. Tanpa kaum
koleris, dunia ini akan berantakan tanpa arah dan tujuan. Tanpa sang
flegmatis, tiada orang bijak yang mampu mendamaikan dunia.
Yang penting bukan mana yang terbaik. Sebab kita semua bisa mengasah
keterampilan kita berhubungan dengan orang lain (interpersonal skill).
Seorang yang ahli dalam berurusan dengan orang lain, ia akan mudah
beradaptasi dengan berbagai watak itu. Ia tahu bagaimana menghadapi
sifat pelupa dan watak acaknya kaum sanguinis, misalnya dengan
memintanya untuk selalu buat rencana dan memintanya melakukan segera. Ia
jago memanas-manasi (menantang) potensi orang koleris mencapai
goal-nya, atau `membakar’ sang flegmatis agar segera bertindak saat itu
juga. “Inilah seninya dalam berinteraksi dengan orang lain,” kata
Florence. Tentu saja awalnya adalah, “Anda dulu yang harus berubah.”
Belajarlah jadi pengamat tingkah laku manusia…(lalu tertawalah)![ni]
From:
1stthink1st[dot]wordpress[dot]com
16 Okt 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar saudara akan sangat berarti untuk berjalannya blog ini.