Cerita ini cukup panjang, dan saya harap anda mau menyimaknya :D
Saya ingin mengisahkan tentang Dua orang ustadz.
Kisah ini terjadi sekitar 7 tahun yang lalu, dimana saat itu saya masih sangat akrab dengan minuman keras, narkoba, dan pejudian. :(
pada suatu malam saya sedang asyik bermain domino di sebuah terminal tempat kami para preman nongkrong :(
kami tidak bermain judi/taruhan uang waktu itu, makannya kami bermain santai aja di pinggir jalan sambil di temani api ungun yang menyala,
tapi apa yang terjadi? ketika kami sedang asyik bermain domino malam itu, datanglah seorang pria paruh baya dengan menggunakan baju koko dengan menggenggam batu di tangan kanannya, ternyata dia adalah seorang ustadz yang cukup terkenal di daerah tersebut.
dia menghampiri seraya berteriak: Wahai musuh Allah, tidak kah kau tahu bahwa yang kalian perbuat ini adalah perbuatan dosa? dengan tidak segan-segan dia menghampiri kami dan mengobrak-abrik lapak/tempat kami bermain domino, di lemparnya kartu domino tersebut ke tengah jalan dengan tidak henti-hentinya dia mengutuk kami.
memang benar, yang kami lakukan waktu itu adalah perbuatan dosa, hati saya pun mengakuinya,
tetapi kami tidak bisa menerima perlakuan seperti itu walaupun kami salah, terlebih jiwa kami waktu itu masih sangatlah labil dan masih selalu merasa gagah,
tidak menerima perlakuan tersebut, salah satu teman kami (B), memukul ustadz tersebut dan baku hantam pun terjadi, sampai suatu ketika datanglah ketua Geng kami dan melerai kami yang sedang baku hantam dengan ustadz tersebut.
Kejadian itu tidak membuat kami merasa Iba ataupun jera, malah kami semakin membenci para ustadz dan para ulama yang sok suci itu.
3 hari kemudian, kami berkumpul kembali di terminal tersebut dan bermain domino lagi,sambil bermain kami berharap ustadz yang kemarin menghajar kami datang lagi, dan kami berencana untuk balas dendam, tapi sampai jarum jam mengarah ke angka 23:00 ustadz tersebut tak kunjung datang.
tepat pada jam 24:00 datanglah seorang ulama besar yang cukup terkenal di daerah kami, ulama yang sangat santun dan keilmuannya sudah tidak diragukan lagi,
kami semua terengah-engah, kaget dan takut melihat sang ulama walaupun dia masih jauh dari tempat kami berkumpul.
tak lama kemudian beliaupun datang menghampiri kami sambil tersenyum. :)
Beliau menyapa kami:
Beliau menyapa kami:
Sedang apa kalian berkumpul di sini?, wah asyik rupanya..., sambil tak henti-hentinya dia tersenyum.
badan saya mengigil waktu itu, takut bercampur malu, dan tak sepatah katapun yang bisa keluar dari mulut kami waktu itu.
melihat kami seperti burung hantu yang terus melotot dan tak bisa berbicara, sang ulama pun melanjutkan berbicara:
Kalian kan cuman bertiga, kayaknya masih kurang satu orang ya?
Gimana kalau saya bergabung, biar pas jadi 4 orang. :)
dia berbicara seperti itu sambil mengambil tumpukan kartu domino yang masih berserakan dan merapikannya serta mengocok kartu tersebut, lalu di bagikanlah kartu tersebut kepada kami.
Beliau pun mengambil kartu bagiannya dan kembali berbicara:
Ayo kita main, nggk ada salahnya kan kita main, itung-itung sambil ngeronda.
Melihat sikap sang ulama seperti itu, kami tak bisa berbuat dan berbicara apa-apa.
yang kami rasakan waktu itu hanyalah rasa malu.
berbeda dengan sang ulama yang terus tersenyum lebar karena kartunya selalu bagus, :D
mungkin sang ulama pun menyadari apa yang kami rasakan waktu itu,
kami bermain sekitar tiga putaran, dan sang ulama pun berpamitan.
Malam itu kami hanya bisa bengong, dan tak lagi banyak bicara.
Perlakuan sang ulama yag santun tersebut membuat kepala saya jadi pusing, hampir setiap malam saya memikirkannya, sifat,sikap dan perkataannya membangkitkan rasa penasaran di dalam hati saya, kenapa beliau bisa bersikap demikian?
dan tak lama kemudian saya memutuskan untuk pergi ke PONTREN tempat beliau tinggal dan mengajar,
Tepat adzan ashar saya tiba disana, dan saya pun memutuskan untuk shallat berjamaah disana.
Dasar waktu itu saya PREMAN kampung yang tak tau tempat, saya datang ke PONTREN dengan menggunakan celana jeans yang lututnya bolong-bolong :D , alhasil semua santri-santriwati disana menujukan pandangannya ke arah saya,
Saya heran, kenapa mereka memandangi saya? karena saya merasa tidak ada yang salah dengan penampilan saya, malahan saya merasa cool ;v
lalu datanglah santri yang sudah dewasa menghampiri saya, dia bertanya:
Santri: Mas mau kemana?
Saya: ya saya mau shallat, memang tidak boleh?
Santri: Maaf mas, bukannya tidak boleh, tapi ini masjid, bukannya terminal.
dia berbicara seperti itu sambil memandang celana saya yang bolong-bolong.
Alhasil semua santri pun menertawakan saya.
mendengar perkataan santri tersebut saya pun merasa marah dan merasa malu karena di tertawakan banyak orang, serasa pengen tonjok aja tuh mulut si satri.
tapi tak lama kemudian datanglah sang ulama yang beberapa hari lalu bermain domino bersama saya,
beliau menyapa saya sambil tersenyum, Hai Asalamualaikum Dens. Wah ternyata dia tau nama saya.
mungkin saya cukup terkenal juga waktu itu, bahkan kalangan ulama pun tau nama saya. Heheheeh...!!!
dengan senyum lebar saya menghampiri beliau lalu mencium tangannya, dan saya langsung melaporkan perbuatan santrinya tersebut yang telah mempermalukan saya.
beliau berkata: Memang betul Dens, ini masjid, bukannya terminal, hendaklah kamu mengenakan pakaian yang layak untuk diajak ke masjid, Kata-kata nya sama seperti santrinya, tapi entah mengapa walaupun perkataannya sama tapi saya tidak merasa tersinggung, mungkin cara dan konotasinya yang berbeda.
beliaupun memerintahkan salah satu santrinya untuk mengambilkan sarung untuk saya.
dan kami pun langsung shallat berjamaah waktu itu.
Setelah selesai melaksanakan shallat saya pun langsung menghampiri beliau dan bertanya.
Ustadz, kenapa waktu itu anda bermain domino bersama kami? bukankah itu perbuatan yang dilarang Agama?
Sang ulama menjawab: Memang betul, berjudi adalah perbuatan yang dilarang Agama, tapi malam itu saya bermain domino bukan karena ingin mencari kesenangan, melainkan karena suatu tujuan.
Saya: Tujuan Apa ustadz?
Ulama: Tujuan agar kamu mau mampir ke PONTREN ini.
beliau berbicara sambil menatap mata saya dengan tajam dan tak henti-hentinya beliau tersenyum.
tak banyak yang dia ucapkan waktu itu, tapi perkataan beliau sangatlah bermakna untuk saya.
dan saya pun menyimpulkan, ulama ini memang benar-benar sudah mapan ilmunya.
Beliau ingin melawan kebatilan tapi dengan cara yang sangat lembut, dengan cara mengambil simpati dari orang-orang, bukan dengan cara yang arogan seperti yg di lakukan ustadz yang pertama tadi saya ceritakan.
dan setelah beberapa tahun ini saya pun mendalami islam, dan memang benar Rasulullah pun selalu menggunakan cara-cara yang lembut terlebih dahulu, dan jalan pereang itu adalah jalan terakhir.
bahkan ada satu hadis nabi yang menerangkan, Hancurnya Ka'bah itu lebih mudah di mata Allah ketimbang matinya satu orang muslim.
Hadist tersebut dapat kita simpulkan, betapa mulia nya seorang muslim di mata Allah, jadi apa hak kalian sebagai ustadz yang baru tau ilmu Agama sepotong-sepotong untuk menjatuhkan harga diri seorang muslim? menghina, mencaci maki, mengolok-olok orang-orang yang berbuat batil,
seolah-olah kalian adalah hakim Agung di dunia ini dan di Akhirat nanti, Padahal sesungguhnya Hanya Allah lah hakim yang seseungguhnya, Hanya Allah yang maha mengetahui dan maha adil.
Bukankah Khalifah Ali Bin Abi thalib pernah bersabda.
"Janganlah engkau tergesa-gesa mencela seseorang karena dosanya. Sebab, barangkali dosanya telah diampuni. Dan janganlah engkau merasa aman akan dirimu karena suatu dosa kecil. Sebab, barangkali engkau akan diazab karena dosa kecilmu itu".
Jadi sampaikanlah tujuan baikmu dengan cara yang baik pula
Wallahualam Bissawab
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar saudara akan sangat berarti untuk berjalannya blog ini.