Tampilkan postingan dengan label remaja. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label remaja. Tampilkan semua postingan

22 Apr 2015

Miris, galau sudah menjadi tren bagi kalangan remaja di Indonesia. Padahal galau yang memiliki intensitas yang terlalu sering, bisa mengakibatkan gangguan kejiwaan pada remaja.

Gangguan tersebut dinamakan dengan bipolar, yaitu sebuah bentuk gangguan jiwa yang bersifat episodik atau berulang dalam jangka waktu tertentu. Gangguan ini biasa dimulai dari gejala perubahan mood (suana hati) dan bisa terjadi seumur hidup.
“Remaja yang dikenal sedang mengalami masa-masa galau, memang sangat mudah terserang depresi,” ungkap Dr A. A. Ayu Agung Kusumawardhani, SpKJ(K) Kepala Departemen Psikiatri RSCM.

Seseorang harus jeli melihat gejala bipolar sebagai bentuk penyesuaian diri atau sudah merupakan episode depresi.

“Kita harus lihat apakah itu hanya berupa penyesuaian diri pada keadaan atau kah sudah merupakan episode depresi,” kata Agung saat dalam seminar ‘Gangguan Bipolar: Dapatkah Dikendalikan?’ di Hotel JW Marriott Jakarta, Rabu (25/4).

Episode depresi biasa terjadi pada penderita bipolar, minimal setiap hari selama dua minggu.

“Hal ini dapat terlihat dari perilakunya, yang tidak mau bertemu dengan orang-orang, pesimistik, memikirkan sesuatu yang nihilistik, maka kemungkinan untuk dapat terpicu bipolar 30 persen,” papar Agung.

Perlu dibedakan antara depresi reaktif dan depresi pada gangguan bipolar. Tentu cara membedakannya dengan melakukan serangkaian tes tertentu. Hal ini diucapkan oleh dr.Handoko Daeng, SpKJ(K) Ketua Seksi Bipolar Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), yang saat itu hadir dalam acara seminar.

“Jenis depresi yang berbeda, karena setiap orang pasti dapat merasakan sedih dan pesimis. Namun bila itu terjadi terus menerus atau disebut sebagai episode depresi, maka perlu dikhawatirkan,” jelas Daeng.

Beberapa masalah lain yang perlu diperhatikan adalah gangguan bipolar bisa mengakibatkan bunuh diri bagi penderitanya. Angka bunuh diri yang diakibatkan gangguan bipolar 20 kali lebih tinggi dibanding angka bunuh diri dalam populasi umum tanpa gangguan bipolar, yaitu 21,7 persen dibanding satu persen.

Ia mengatakan, bila dibandingkan dengan penderita skizofrenia, bipolar juga 2-3 kali berpotensi melakukan tindakan bunuh diri. Ada sekitar 10 hingga 20 persen penderita bipolar mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, dan 30 persen lainnya pernah mencoba bunuh diri. (ant/mba)

source:http://www.psikologizone.com/galau-bisa-menyebabkan-gangguan-kejiwaan/065116389
Hasil sebuah penelitian baru mengatakan bahwa wanita memiliki potensi lebih besar dari pada pria mengalami kecanduan pada jejaring sosial. Studi tersebut dipublikan dalam Psychological Reports Journal. Penelitian ini dilakukan oleh Cecilie Schou Andreassen, Torbjorn Torsheim, Geir Scott Brunborg, dan Stale Pallesen dari Department of Psychosocial Science University of Bergen, Norway. Para psikolog yang tergabung dalam penelitian ini melibatkan 423 pelajar.

Para peneliti akan mengamati tanda-tanda perilaku adaptif saat mereka menggunakan Facebook. Para peneliti menggunakan sebuah alat ukur yang disebut “Bergen Facebook Addiction Scale”. Alat ukur tersebut dapat mengetahui bagaimana skor adiktif partisipan berdasarkan tingkat penggunaan Facebook. Nilai skala diukur mulai dari skala satu hingga skala lima.

Selain menggunakan alat ukur, para siswa juga diminta memberikan komentar terkait dengan dorongan perasaan mereka untuk menggunakan Facebook. Termasuk saat kegagalan mereka untuk mengakses facebook dan pembatasan pengunaan jejaring sosial tersebut.

 Berdasarkan data yang telah dikumpulkan selama penelitian berlangsung, beberapa peserta menunjukkan tanda-tanda mengalami bentuk kecanduan Facebook. Bentuk adiktif tersebut sama dengan apa yang dialami seseorang yang mengalami kecanduan obat-obatan, alkohol, dan zat kimia lainnya.

 Menurut para peneliti, siswa yang berusia lebih muda memiliki potensi lebih besar mengalami kecanduan jejaring sosial seperti Facebook dibandingkan dengan pelajar yang usianya lebih tua. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, wanita memiliki resiko lebih besar dibanding pria.

 Para peneliti juga menambahkan, seseorang yang mengalami kecemasan atau ketidaknyamanan sosial lebih berpotensi menjadi pengguna setia situs jejaring sosial seperti facebook. Kondisi semacam ini bisa terjadi lantaran mereka merasa diberikan kemudahan untuk menyalurkan perasaan menggunakan teknologi dibandingkan saat berkomunikasi langsung. (kmp/mba)

 Source:http://www.psikologizone.com/wanita-lebih-beresiko-kecanduan-facebook/065116610

Lencana Facebook