12 Jan 2010

Menurut Prof. Wilhem Neuhaus, manusia telah merusak ketajaman penciumannya, sehingga berada dibawah kemampuan hewan yang paling primitif sekalipun. Anjing pelacak polisi mampu mencium bau – bauan yang jaraknya jauh dan ketajamannya sejuta kali ketajaman manusia. Seorang yang pekerjaannya banyak berhubungan dengan bau–bauan akan dapat mengembangkan penciuman sedemikian rupa, sehingga sulit dipercaya. Misalnya seorang ahli kimia pembuat parfum, dapat membedakan dengan cepat lima ribu macam bau – bauan. Dan menurut para ahli, orang yang penciumannya paling peka didunia, dapat membedakan dua belas ribu bau – bauan. Mengapa kita tak dapat melakukannya?

Potensi dari daya pencium kita adalah 120 kali lebih sensitive dari alat perasa kita. Ukuran hidung tak ada hubungannya sama sekali dengan kepekaan daya penciuman kita. Karena bagian yang menonjol dari hidung, seperti lubang hidung, samasekali tak mampu mencium apa – apa. Penciuman dilakukan oleh hidung bagian dalam yang terletak dibelakang mata,diatas dinding mulut.

Molekul bau – bauan dalam bentuk gas yang berjalan, meski dalam udara yang diam sekalipun, masuk kedalam bagian sel penciuman yang menimbulkan suatu reaksi kimia. Tidak seperti mata dan telinga, yang mampu memberikan respons pada getaran tertentu dan jarak getar yang tepat. Menurut suatu teori, makin bertambah tua kita, makin berkuranglah ketajaman alat penciuman kita. Anak yang berumur enam tahun mampu membedakan bau – bauan dua kali lebih banyak dari pada yang dapat dilakukan oleh orang berumur 36 tahun. Karena anak kecil sangat senang mencium bau – bauan yang ada disekitarnya.

Seorang ahli bedah telinga, hidung dan tenggorokan mengatakan, bahwa dengan hanya mempunyai keinginan untuk mencium bau – bauan yang ada di sekeliling kita, kita dapat memperbaiki ketajaman penciuman kita sampai dua puluh lima persen.

Di suatu laboratorium parfum di Perancis bekerjalah Paul Eymelin yang penciumannya paling sensitive di dunia. Dia mampu membedakan sebanyak 12 ribu macam bau – bauan, dan dapat mengetahui bau parfum yang paling eksklusif sekalipun. Ahli parfum Inggris mempunyai ketajaman yang luar biasa lagi. Dia dapat mengenal bau parfum wanita yang duduk tiga baris dibagian depan pada pertunjukan konser. Seorang ahli parfum lainnya juga mampu menduga makanan utama apa yang terdapat dalam menu di suatu restoran, ketika dia membuka pintu restoran.

Para ahli Universitas Milan mengatakan, bahwa “rasa” bau diakibatkan adanya molekul yang tak nampak mendarat pada rambut halus dalam hidung. Rambut itu kemudian mencengkram molekul tadi selanjutnya terjadilah proses bau.

Makanan yang baunya sama, akan mempunyai rasa yang sama pula. Hal ini dapat Anda buktikan: cobalah ambil seiris kentang dan seiris apel. Tutuplah mata dan hidung Anda, kemudian makanlah. Anda tak akan dapat membedakan mana yang kentang dan mana yang apel.

Baru – baru ini perusahaan internasional dalam hal pencampuran makanan, mencoba memproduksi kopi. Warnanya seperti kopi, rasanya juga seperti kopi, tetapi baunya tidak seperti kopi. Penelitian yang dilakukan terhadap seribu orang wanita, ternyata hampir secara serempak menolak produksi itu.

Dr. Gustav Morler dari departemen kesehatan Munich University berkata, “Itulah sebabnya, jika anda meminum secangkir teh dan mengharapkan mempunyai rasa kopi, akan terasa enak. Sebab anda mencicipi kopi sebelum benar – benar lidah anda merasakannya.”

Contoh lain misalnya penelitian yang dilakukan oleh perusahaan minuman yang memberikan minuman berwarna seperti “strawberry” kepada beberapa orang. Setelah mereka minum dan kepadanya ditanyakan, apa yang ia minum, tanpa ragu-ragu mereka menjawab: “strawberry”, padahal yang mereka minum adalah “lemon squash”.

Kita manusia memiliki serat-serat perasa yang lebih sedikit dari hampir semua binatang. Manusia mempunyai “serat perasa” sebanyak 10 ribu buah, sedangkan sapi mempunyai 25 ribu buah.

Daya rasa kupu–kupu dua ratus kali lebih tajam dari perasa kita, burung 450 kali dan ikan 500 kali, dan lebih mampu mengenal rasa sesuatu paling sedikit 20 kali lebih cepat dari yang dapat dilakukan oleh manusia, misalnya ada empat rasa yaitu manis, asin, asam, dan pahit. Kita dapat merasakan suatu bagian kinine pada dua juta bagian air. Kita hanya membutuhkan waktu rata rata 0,307 detik untuk membedakan rasa asin, 0,446 detik untuk merasakan rasa manis, 0,536 detik untuk asam dan 1,083 detik untuk merasakan pahit. Padahal perasaan kita tetang pahit adalah paling tajam dari makhluk-makhluk lainnya.

Menurut penyelidikan yang dilakukan oleh London Hospital School of psychology, kelezatan suatu makanan tergantung pada atau dipengaruhi oleh warna makanan itu.

Di suatu ruang perjamuan lampu penerangannya dibuat sedemikian rupa, sehingga makanan yang tersedia berubah warnanya: ungu untuk warna daging, sop menjadi hitam, dan warna kentang menjadi hijau. Akibatnya tak satu pun dari tamu-tamu yang diundang makan dapat menghabiskan makanan yang dijamukan. Beberapa orang hanya bisa makan dua sendok saja, padahal masakan yang disediakan itu adalah istimewa. Begitu penerangan dinormalkan kembali, selera makan para tamu segera bertambah melihat makanan itu.

Cobalah lebih banyak mendengar

Akhirnya kita akan mencoba mengetahui kekuatan kita dalam mendengar. Seorang bernama william dikatakan hampir mendekati jenius, karena ia dapat hapal nama, alamat dan susu yang dipesan oleh para langganan sebanyak tiga ribu orang tanpa melihat daftar langganan.

Sebenarnya William tidak mempunyai pendengaran yang luar biasa. Dia hanya menanyakan apa yang diinginkan para langganan dan mendengarkan baik-baik apa yang dikatakan para langganan itu. Dengan demikian, dia termasuk di antara 25 persen penduduk elite yang mampu mendengarkan apa yang sebenarnya dia dengar.

Kebanyakan kita kurang dari 50 persen dapat mengingat apa yang telah dikatakan orang lain sesudah 20 detik pembicaraan selesai. Sepuluh menit kemudian masih untung kalau kita mampu mengingat 30 persen dari percakapan yang kita dengar tadi. Ini berarti dari 18 juta perkataan yang kita dengar pertahun, 12 juta begitu masuk telinga kiri, begitu keluar telinga kanan. Hal ini bukan berarti kita tuli, melainkan karena kita telah banyak berbicara daripada mendengar.

Sebenarnya mendengarkan itu tidak semudah seperti dugaan kita. Kebanyakan kita beranggapan, bahwa mendengarkan itu adalah suatu kegiatan yang sangat pasif, padahal merupakan suatu proses yang keaktifannya tinggi.

Seorang psikolog mengatakan, “Paling sedikit empat puluh persen dari pertengkaran-pertengkaran yang terjadi, di rumah maupun di sekolah, ditimbulkan karena salah dengar.”

Kita terlalu banyak melihat daripada mendengarkan. Nama dan informasi-informasi yang penting sering dilupakan, karena kita terlalu terhimbau oleh tampang orang yang memberikan informasi itu. Sering kita merasa yakin tentang apa yang dikatakan oleh pembicara, sehingga kita mendengarkan sepintas saja. Pikiran kita berpacu sepuluh kali lebih cepat daripada apa yang dapat kita ucapkan. Pada saat kita sedang menanti kata yang akan diucapkan orang, otak kita telah berada bermil-mil jauhnya.
“Mendengarkan adalah suatu seni,” kata seorang konsultan Auren Uris. “Dan itu dapat digunakan untuk mempengaruhi seseorang, sama halnya seperti pembicaraan, jika kita gunakan dengan cara yang jitu.”

Sukses diplomatik Mr. Robertson waktu membicarakan masalah perdamaian dengan presiden Korea Selatan Syngman Rhee untuk mengakhiri peperangan dengan Korea Utara puluhan tahun yang lampau adalah “mendengarkan baik–baik apa yang dikatakan oleh Rhee dengan penuh perhatian.” Para anggota parlemen terkejut sewaktu Rhee bagaikan mendadak menjadi lunak dan menyatakan bersedia membicarakan perdamaian di Korea Utara. Dia sadar, bahwa dia sedang menghadapi orang yang luar biasa, yaitu orang yang bersedia mendengar!

Presiden Lyndon Jhonson di kantornya di Gedung Putih menggantungkan kata-kata begini: “Janganlah Anda belajar sesuatu ketika sedang bercakap-cakap!”

Kita perlu sejak dini lebih banyak mendengar. Cobalah! Anda akan lihat sendiri hasilnya.

*** by : Nilna Iqbal
Sumber: http://www.pustakanilna.com/kekuatan-indera-manusia/



training center | pelatihan humas | pelatihan jurnalistik | workshop jurnalistik | psikologi | psikologi kepribadian | psikologi pendidikan | psikologi sosial | psikologi anak | psikologi umum

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar saudara akan sangat berarti untuk berjalannya blog ini.

Lencana Facebook